Kamis, 11 Juli 2013

“Permasalahan Pada Bangunan Halte Bis”

“Permasalahan Pada Bangunan Halte Bis”
Latar Belakang
            Perancangan setiap pembangunan merupakan pekerjaan dari seorang arsitek. Setiap kebutuhan manusia menjadi patokan untuk setiap perancangan yang dibuat oleh arsitek. Manusia diberikan kemudahan berupa bangunan maupun lingkungan binaan untuk memudahkan segala aktivitasnya. Posisi arsitek menjadi nomor satu untuk penyedia fasilitas bagi manusia. Untuk itu, arsitek selalu berkaca pada perilaku manusia untuk menyesuaikan desainnya. Akan tetapi, belakangan ini arsitek kebanyakan mengabaikan poin dari perilaku manusia. Banyak dampak negatif dari setiap pembangunan yang dilakukan. Beberapa akibat dari desain yang kurang memerhatikan perilaku para penggunanya misalnya: menigkatnya biaya pemeliharaan, rusaknya fasilitas, atau bahkan mubazirnya fasilitas karena tidak digunakan seperti diprediksikan oleh arsitek dalam perancangannya. Hal ini terjadi karena persepsi pengguna kurang diperhatikan dalam proses perancangan.
Contoh Kasus
Sebagai contoh jelas dari kurangnya perhatian pada persepsi pengguna dalam proses perancangan adalah pembangunan halte. Halte sebagaimana kita ketahui berfungsi sebagai tempat tunggu bagi pengguna atau penumpang bis. Penempatan halte yang dekat dengan lalu lintas memudahkan penumpang bis untuk mendapatkan tumpangan bis. Namun, halte yang sekarang ini berubah fungsi menjadi tempat mangkalnya ojek, becak, dan taksi, atau bahkan mobil pribadi. Selain itu juga, halte dipergunakan untuk orang – orang yang berjualan.
Dalam sebuah artikel yang berjudul” Optimalisasi Fungsi Dalam Desain Halte” ditulis oleh Achmad Basuki,  Dosen Teknik Sipil FT UNS dan pemerhati masalah arsitektur.
Beliau menyebutkan ”desain  halte  direncanakan  dengan  kapasitas  yang  memadai  untuk  menampung pengguna  pada  saat  jam-jam  sibuk  atau  arus  pengguna  angkutan  mencapai  jumlah maksimal  dan  lokasi  tapak  halte  didesain  tidak  terlalu  mengganggu  arus  lalu  lintas kendaraan  lain,  sehingga  menimbulkan  kemacetan  dan  kecelakaan,  serta  melindungi pengguna  dalam  hal  kenyamanan  dan  keamanan  seperti  terlindunginya  dari  gangguan orang lain yang akan berbuat jahat sepert copet, penodongan, jambret dan sebagainya”.
            Namun, pada kenyataannya yang terjadi di lapangan malah sebaliknya. Pengguna malah merasa tidak aman ketika berada di halte. Pencopetan serta perampokan yang terjadi lebih tragis dibandingkan dengan pencopetan di luar halte.
Banyaknya peralihan –peralihan fungsi halte ini kiranya telah membuat para penggunanya tidak akan menggunakan dan menikmati fasilitas halte semestinya.
      Achmad Basuki juga menambahkan “selain  itu  halte  juga  harus  direncanakan  mampu  mengantisipasi  munculnya  perubahan-perubahan  lingkungan  fisik  yang  menyertainya  seperti  panas  terik  matahari maupun  turunnya  hujan.  Atap  dibuat  secara  proposional  sesuai  dengan  kapasitas  rencana halte,  sehingga  ketidaknyamanan  pengguna  pada  saat  turunnya  hujan  maupun  sengatan sinar  matahari  dapat  dihindari.  Bahkan  sudah  saatnya  dibangun    halte  yang  mudah  juga diakses oleh orang cacat atau berkursi roda.  Dan yang  terpenting,  penentuan  lokasi  halte harus  benar-benar  disesuaikan  dengan tingkat kebutuhan pengguna seperti di sekitar sekolah/kampus, pasar, terminal dan stasiun, perkantoran dan sebagainya yang memungkinkan orang untuk cepat mengakses angkutan”.
Solusi
      Oleh  karena  itu,    dalam  desain  fisik  arsitektur  yang  merupakan  bagian  dari  proses kerekayasaan  pembangunan  hendaknya  tidak  hanya  sekedar  melibatkan  nilai  fisik  dan ekonomis  semata  tetapi  juga  mempertimbangkan  aspek-aspek  lingkungan  dan  respon masyarakat pengguna secara manusiawi. Atau dengan kata lain desain fisik yang berkaitan dengan  identitas  dan  nilai  ekonomis  sebagai  tempat  pemasangan  iklan  atau  reklame bukanlah satu-satunya aspek yang menjadi pertimbangan. Perilaku manusia sebagai pengguna juga harus diperhatikan.
      Kita memang tidak bisa untuk mengatur dan mengubah perilaku manusia, tetapi kita dapat memengaruhi pemikiran mereka dengan cara pemerintah harusnya bersikap tegas untuk membuat larangan dan juga hukuman bagi yang melanggarnya agar pembangunan fasilitas berfungsi dengan semestinya. Dan tentunya realisasi sangsi ini dijalankan sesuai peraturannya.

Sumber:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar